Tuesday, March 16, 2010

A Letter to My Unborn Child


Anakku sayang,


Apa kabar nak di "alam sebelum dunia" sana? Lagi ngapain? Ibu & bapak di dunia ini baik-baik aja sayang. Lagi menikmati daun-daun dan bunga yang mulai menguncup, bebek-bebek yang mulai muncul lagi untuk berenang di sungai-sungai di Amsterdam - rumah bapak dan ibu sekarang. Nak, kalau sudah mulai masuk musim semi begini, ibu jadi selalu ingat. Bahwa musim semi 2010 ini berarti musim semi keempat yang dilalui ibu-bapak berdua :). Dihitung-hitung, sudah genap delapan tahun ibu mengenal bapakmu. Lima tahun sebagai teman, tiga tahun bersama, dua tahun diantaranya sebagai suami-istri. Bukan waktu yang pendek memang, dan ibu sudah lebih dari yakin bahwa bapakmu insyaAllah bisa jadi bapak yang baik. Terus apalagi yang ibu tunggu ya? Apa dibenak ibu gak pernah terbersit rasa gak sabar untuk merasakan kehadiran kamu?


Sebenarnya, kalau ibu mau jawab jujur ya... ibu ini rasanya udah pengen menimang-nimang dan membesarkan kamu. Tapi mau gimana lagi, "perintah dari Atasan" belum turun nak. Artinya, menurut Allah masih ada yang harus dipersiapkan demi menyambut kedatangan kamu. Ibu dan bapak masih diberi waktu untuk berbenah diri sambil menanti kamu datang. Tapi entah kenapa masa persiapan dan penantian yang ibu jalani sekarang, makin lama makin terasa panjang... . Sampai pernah ibu diam-diam bertanya, kapan sih "persiapan" ini akan berakhir? Akankah Allah menakdirkan ibu sampai di titik dimana ibu "siap" untuk menyambut kelahiran kamu? Siap terikat "kontrak kerja" untuk mengasuh kamu, kontrak yang berlaku untuk waktu tak terbatas, tanpa gaji, tanpa cuti?


Nak sayang, kemarin baru aja ibu dengar nasehat yang sungguh menyentuh hati ibu. Dari salah satu sahabat Rasulullah Muhammad SAW yang namanya Khalifah Umar bin Khattab:


"Sesungguhnya ada tiga hak anak atas orangtuanya. Yaitu dibesarkan seorang ibu yang shalihah, diberikan nama yang baik atasnya, dan diajarkan padanya tentang Kitab (Al-Qur'an)."
-- Umar bin Khattab r.a.


Nasihat beliau ini sungguh mengetuk hati ibu. Betapa utamanya ya nak, peran ibu nanti, sampai-sampai khalifah Umar menyebutkan "ibu" bukan "bapak" dalam nasihatnya. Bahkan dalam satu hadits Rasulullah disiratkan bahwa pentingnya mencintai ibu dibanding ayah adalah tiga dibanding satu. Duh nak, kalau saja kamu tahu. Buku demi buku sudah ibu baca. Nasehat demi nasehat sudah ibu hayati. Ironisnya, justru semakin banyak yang ibu ketahui, semakin ibu sadar akan pentingnya peran ibu kelak, banyak pertanyaan yang muncul di hati ibu. Siapkah ibu? Sudahkah ibu jadi (calon) ibu yang shalihah? Mampukah ibu melawan rasa malas nanti? Malas belajar dan berusaha jadi ibu yang baik dan makin baik tiap harinya? Ibu bisa masak nak, bisa bersih-bersih rumah, tapi apakah itu semua akan menjamin bahwa ibu akan jadi ibu yang baik? Duh...


Rasanya nak, mau baca seratus literatur tentang parenting juga enggak akan pernah cukup untuk menjadikan ibu seorang (calon) ibu yang sempurna. Ibu takut gak bisa jadi ibu yang sempurna buat kamu nak, tapi pada akhirnya ibu menyadari.... gak mungkin ada manusia yang sempurna. Bahkan seorang Ibu yang begitu mulia kedudukannya, pada akhirnya hanyalah manusia yang tidak mungkin lepas dari cela. Makin lama ibu makin menyadari, seperti halnya hidup ini secara keseluruhan, menjadi orangtua pun sebuah proses belajar tanpa henti. Proses belajar yang dimulai dari kanak-kanak - dimana perilaku orangtua yang membesarkan kita pun secara nggak sadar kita pelajari dan kita camkan di hati - yang berlanjut dan tak akan pernah berhenti bahkan jika suatu hari nanti kamu meninggal mendahului ibu. Ya, proses belajar yang hanya akan usai saat hidup ibu berakhir nanti.


Pada akhirnya nak, ibu hanya bisa pasrah. Berdoa supaya kamu datang di saat yang tepat, saat yang terindah. Saat dimana berapa banyak harta atau ilmu parenting yang ibu punya tidaklah penting lagi... yang penting adalah disaat itu Allah sudah menakdirkan kita untuk bertemu nak. Dimanapun dan bagaimanapun caranya. InsyaAllah, tidak pernah ibu ingkari sedetikpun bahwa rencana Yang Membuat Hidup adalah yang paling indah.


Sekarang tinggal satu yang harus mulai ibu pelajari: ilmu ikhlas. Ikhlas untuk menerima semua garisan takdir dan skenario tentang pertemuan kita nanti - lama maupun sebentar, susah maupun mudah, dan dalam keadaan sedih maupun senang. Semoga ibu bisa ikhlas. Semoga.



In spite of the six thousand manuals on child raising in the bookstores, child raising is still a dark continent and no one really knows anything. What you really need are a lot of love, luck, and of course: courage.
-- Bill Cosby

4 comments:

Yanuar said...

what a touching contemplation...
benar-benar terharu saya dibuatnya Mbak Nes.
Salam kenal dan mohon ijin untuk saya forwardkan ke my beloved wife saya untuk pembelajaran kami.

a.k.a. Nez said...

syukron mas yanuar.. makasih.. :)
silakan, salam buat beloved wifenya ya.... moga2 semangat belajar juga. kami juga... ternyata banyak yg harus dipelajari. semangat2x :)

anakkubintang said...

really touching

Keep on hoping and praying :)

*psst, i like your blog, I link you


Bintang

a.k.a. Nez said...

I'll always hope and pray... when there's Allah's will there's a way :) makasih dah di link yaaa :)