"Tanda-tanda"

Saya seorang perempuan, usia... twentysomething; berstatus menikah, dan alhamdulillah belum diridhoi Allah untuk jadi milioner jadi orang tua. Dah pada tahu kali ya. Jadi, tepatnya nyaris dua tahun usia pernikahan saya dan suami, tapi anak belum juga nongol. Bisa dibayangkan macam-macam deh komentar orang soal ini. Apalagi kalau bukan soal "tanda-tanda":

- Gimana nih kalian, apa sudah ada "tanda-tanda" belum?

+ Iya belum nih, padahal kita selalu mencari "tanda-tanda" itu lho...

Itu baru satu contoh jawaban aja. Mengingat pertanyaan sejenis dengan berbagai versi sudah membanjiri kehidupan kami selama hampir 2 tahun terakhir ini, kami jadi cukup kreatif membuat jawaban-jawaban lain dalam berbagai versi: versi gokil, versi bijak, versi berkelit, versi sepak bin sengit yang ngejawabnya kalo bisa sambil nglempar sepatu boot sekalian dan versi-versi lainnya. Tergantung mood aja.

+ Belum nih... padahal "nyangkul"nya udah ga pake cangkul lagi, tapi intensif pake traktor hahahaha (- versi gokil-slash-cengengesan)

+ Alhamdulillah belum diridhoi, tapi kami yakin Allah paling tahu kapan waktu yg tepat (- versi bijak-maklum-pikiran-lagi-waras)

+ Tanda-tanda apaan om?? Tanda-tanda mau jadi kaya ya... Makanya oom modalin donk buat usaha... (- versi berkelit plus rada matre,hehe.)

Sebenarnya, kami sih tidak malas ditanya seperti itu. Kami sendiri juga tidak menunda (walaupun sempat juga nunda), jadi kami santai: kalau jadi ya alhamdulillah. Enggak ya udah, usaha lagi. As simple as that.

Yang bikin malas itu, kalau komentar yang keluar mengandung nada pesimis, alias nge-judge.

Bahwa kami tidak akan pernah mau atau tidak bisa punya anak.

"Aduuh, kalian itu. Awas kalo kelamaan KB nanti nggak dapat beneran lho!!"

"Kalian kalo kelamaan nggak ada anak, kebiasaan berdua terus, jadi tambah males punya anak."

Duh, duh. Kami selama menunda kemarin, enggak sama sekali memakai KB internal atau apapun yang membahayakan rahim. Alami saja, pake metode yang wajar dan tidak mengganggu kerja hormon. Sebelum menikah kami sudah mempertimbangkan itu semua. Mendiskusikan apakah akan menunda, berapa lama akan menunda, serta kontrasepsi apa yang akan dipakai (KB atau tidak), bagaimana. Kami juga bukan pasangan yang males punya anak. Kami mau, banget. Sangadth. Tuh, tak kasih pake ejaan yg g403l sekalian biar tambah mantep.

Ya sud lah. Capek ndengerin orang. Paling pas saya komentar gini aja deh:

Mau ikut ribut? Kalau nanti ente juga mau ikut menanggung lelahnya hamil dan melahirkan, ikut begadang buat ngasih susu, ikut mbayar premi asuransi pendidikan anak, ya silakan ikut ribut.

Eh, apa? Enggak mau?

...yo wis lah, yuk bye-bye aja ya ;-)